Bogor, pelitabaru.com
Pakar Hukum Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang, Yenti Garnasih, menyoroti sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta mantan Menko Polhukam Mahfud MD untuk melaporkan dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Whoosh.
Ia menilai langkah KPK tersebut tidak tepat dan bertentangan dengan prinsip dasar penegakan hukum.
“Ini aneh ya, karena Pak Mahfud hanya menyampaikan pendapat bahwa ada indikasi markup dalam kasus Kereta Cepat Whoosh. Kalau sudah ada indikasi mark up dan muncul keributan soal kerugian negara serta siapa yang akan menanggung, seharusnya KPK menindaklanjuti, bukan menyuruh beliau melapor,” ujar Yenti dalam keterangannya kepada pelitabaru.com, Sabtu (25/10).
Yenti menilai pernyataan KPK tersebut justru menunjukkan pemahaman yang keliru terhadap wewenang lembaga penegak hukum. Menurutnya, penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi tidak harus menunggu adanya laporan atau aduan masyarakat (dumas).
“Yang namanya penegak hukum itu tidak harus menunggu laporan untuk mengungkap kasus. Dalam KUHAP disebutkan, penyidik bisa menemukan dan mengetahui sendiri adanya dugaan tindak pidana,” jelas Yenti.
Ia menambahkan, informasi dari publik atau tokoh masyarakat yang disampaikan melalui media juga bisa menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk bertindak.
“Pernyataan Pak Mahfud itu kan juga sudah viral dan banyak pengamat lain mengatakan hal yang sama, bahwa ada kemungkinan terjadi korupsi atau penyalahgunaan keuangan dalam proyek tersebut,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Yenti mengungkapkan bahwa proyek Kereta Cepat Whoosh sejak awal memang menuai polemik, terutama karena biaya proyek yang membengkak dan indikasi markup hingga 50 persen yang disebutkan oleh beberapa pakar.
“Kalau kemudian hal ini melibatkan pemerintah atau pejabat, masyarakat bisa takut bicara,” ujarnya.
“Padahal menyampaikan pendapat atau informasi tentang dugaan korupsi itu sangat penting. Jangan sampai KPK justru membuat orang takut berbicara karena disuruh melapor dulu.” tegasnya.
Menurut Yenti, pelaporan dugaan korupsi bisa dilakukan tanpa menyebut identitas pelapor, bahkan boleh dirahasiakan sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
“KPK seharusnya bisa langsung melakukan penyelidikan untuk menemukan dua alat bukti permulaan dan memastikan siapa pelakunya,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa pernyataan Mahfud MD seharusnya menjadi masukan berharga bagi penegak hukum, bukan malah dijadikan alasan untuk menyuruhnya membuat laporan resmi.
“Pak Mahfud benar kalau merasa aneh disuruh lapor. Kalau semua harus lapor, nanti masyarakat tidak berani bicara, padahal informasi seperti itu penting bagi pemberantasan korupsi,” pungkas Yenti. (Zie)
Tags: Yenti Garnasih
-
Puncak Jadi Prioritas: Bupati Bogor dan Kementerian Lingkungan Hidup Bersinergi Hijaukan Bogor Selatan
-
Polres Bogor Ringkus 155 Tersangka Kejahatan Narkotika Senilai Rp5,8 Miliar
-
Momentum Sumpah Pemuda, Jenal Mutaqin Ajak Pemuda Lestarikan Lingkungan
-
Segel KLH Dicabut EIGER Adventure Land Segera Beroperasi Lagi