Pidato Presiden, Bukti Nilai Pancasila

Jakarta, pelitabaru.com

Pidato Presiden Prabowo di Sidang Majelis Umum PBB terus menuai banyak pujian. Terbaru, Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, Darmansjah Djumala menilai substansi pidato tersebut mencerminkan nilai Pancasila dalam sikap politik luar negeri Indonesia.

Djumala, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB di Wina, menyebut ada hal baru dalam pidato Prabowo. Ia menyoroti pernyataan Prabowo yang mengatakan, Indonesia akan mengakui Israel, jika Israel mengakui kemerdekaan Palestina.

“Pernyataan sikap secara gamblang di forum PBB baru ini dilakukan Indonesia. Sebelumnya hanya dalam bentuk wacana publik di dalam negeri Indonesia dan tidak disampaikan secara resmi di forum PBB,” ujar Djumala melalui pernyataan pers di Jakarta, Kamis (25/9/2025).

Seperti diketahui, Prabowo juga menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen mendukung Solusi Dua Negara. Indonesia juga menyatakan siap berpartisipasi dalam pasukan perdamaian di Gaza dengan mengerahkan 20 ribu personel.

Dalam penilaian Djumala, inisiatif tersebut bertalian erat dengan nilai Pancasila. “Diplomasi kemanusiaan ini sejatinya adalah pancaran nilai Kemanusiaan dalam Pancasila,” katanya.

Djumala juga menekankan pentingnya pernyataan Prabowo bahwa Indonesia tetap berkomitmen pada internasionalisme dan multilateralisme. Menurutnya, pesan ini sangat penting di tengah dunia yang diwarnai tindakan unilateralisme.

“Itu artinya diplomasi Indonesia berlandaskan nilai kemanusiaan. Sedangkan multilateralisme adalah mekanisme pengambilan keputusan yang dilakukan melalui pembahasan bersama (musyawarah) untuk mencapai kesepakatan (mufakat),” ujarnya.

”Sejatinya itulah aura Pancasila dalam diplomasi Indonesia di panggung internasional,” kata Djumala.

Sementara itu, Selamat Ginting, Pengamat Komunikasi dan Politik dari Universitas Nasional (UNAS) meiali, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun ini menampilkan sebuah ironi yang tidak bisa diabaikan. Dua pemimpin dari latar belakang yang kontras tampil hampir berurutan di podium yang sama, Kamis (25/9/2025) WIB. Presiden Amerika Serikat Donald  Trump, dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto.

Keduanya tampil percaya diri, berbicara dalam bahasa Inggris yang fasih, dan sama-sama mengusung isu-isu besar. Namun, di balik kesamaan teknis itu, terdapat perbedaan fundamental dalam cara pandang, gaya komunikasi, dan pesan yang mereka sampaikan kepada dunia.

“Trump tampil dengan gaya khasnya: bombastis, sarkastik, dan penuh nada konfrontatif. Ia menyebut PBB sebagai institusi yang gagal, menyalahkan sistem imigrasi global, menyebut energi hijau sebagai “penipuan besar”, dan menyarankan negara-negara menutup diri. Insiden kecil seperti gangguan teleprompter bahkan dijadikan drama yang mempermalukan staf teknis, bukan diatasi dengan ketenangan seorang negarawan,” katanya.

Baca Juga :  Prabowo: Kita Butuh Tentara Kuat

Sebaliknya, Prabowo menyampaikan pidato yang lebih tenang, namun sarat makna. Ia menyuarakan keprihatinan terhadap konflik di Gaza, menyinggung penderitaan anak-anak dan kehancuran fasilitas medis, lalu menyerukan solusi dua negara—dengan keberanian politik untuk menyatakan dukungan atas pengakuan negara Palestina.

Tidak hanya itu, Indonesia di bawah kepemimpinannya bahkan menyatakan kesediaan mengirim pasukan perdamaian dan menanggung biaya sendiri. “Prabowo tidak bermain retorika kosong. Ia menawarkan aksi. Dalam forum internasional, itu adalah bentuk diplomasi moral yang mulai langka,” sebutnya.

“Apa yang kita saksikan bukan sekadar dua pidato. Itu adalah pertemuan dua poros kepemimpinan dunia. Trump mewakili gelombang populisme kanan global: eksklusif, nasionalistik, dan penuh retorika identitas. Prabowo, di sisi lain, mewakili suara dari Global South yang semakin berani tampil: inklusif, humanis, dan konstruktif,” tambah Selamat menambahkan.

Di tengah meningkatnya fragmentasi geopolitik dunia, suara seperti yang dibawakan Prabowo menjadi angin segar. Dunia tidak hanya membutuhkan pemimpin besar secara ekonomi atau militer, tetapi juga secara moral. Prabowo, dengan nada yang tenang namun jelas, menunjukkan bahwa Indonesia siap mengambil peran tersebut.

Secara politik internasional, pidato Trump tidak ubahnya sebagai lanjutan kampanye domestiknya. Ia tidak menyasar konsensus global, melainkan menggemakan suara pendukungnya di dalam negeri. Prabowo sebaliknya, berbicara sebagai pemimpin dari negara berkembang yang mengajak dunia untuk bertindak bersama, tanpa menyalahkan, tanpa menyudutkan.

“Dalam komunikasi politik, ini adalah kontras yang tajam. Trump menggunakan podium PBB sebagai panggung agitasi. Prabowo menggunakannya sebagai ruang diplomasi moral. Dan publik dunia, termasuk media internasional, bisa melihat perbedaan itu dengan sangat jelas,” ungkapnya.

Bagi Indonesia, ini adalah momen penting. Prabowo tidak hanya menjalankan protokol sebagai kepala negara, tetapi berhasil mengukuhkan posisi Indonesia sebagai suara yang relevan di tengah pergeseran tatanan global. Ia tampil sebagai pemimpin dengan karakter dan visi internasional yang mandiri.

“Dukungan terhadap Palestina yang disampaikan dengan keberanian, namun tetap menyelipkan jaminan keamanan bagi Israel, menunjukkan kemampuan menjaga keseimbangan diplomatik yang langka. Komitmen terhadap pengiriman pasukan perdamaian—dengan biaya sendiri—menandakan kesiapan Indonesia berkontribusi secara nyata, bukan hanya retoris,” jabaranya.

 

Tags: , ,