Jakarta, pelitabaru.com
Rancangan Undang Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi pembahasan panas belakangan ini. Regulasi ini dinilai banyak pihak bisa menjadi efek jera bagi para koruptor sesuai dengan keinginan Presiden Prabowo yang begitu tegas memberantas aksi ‘maling’ duit rakyat ini.
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan Presiden Prabowo Subianto sudah berkomunikasi dengan para ketua umum (ketum) partai politik (parpol) terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
“Menteri Sekretaris Negara juga sudah menyampaikan bahwa Presiden dalam hal ini sudah berkomunikasi dengan seluruh ketua-ketua umum partai politik,” kata Supratman saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (14/5/2025) seperti dilansir dari Bloomberg Technoz.
Dia mengakui, Presiden sudah menyatakan dukungan untuk penyelesaian RUU Perampasan Aset. Namun, kata dia, produk undang-undang merupakan produk politik sehingga komunikasi dengan ketum parpol dinilai penting.
“Jadi, biarkan dulu proses ini bisa selesai sehingga bisa smooth (lancar) dan sambil Kementerian Hukum untuk bisa melakukan dialog dengan teman-teman di parlemen,” katanya.
Menurut Menkum, saat ini terdapat dua opsi terkait kelanjutan RUU Perampasan Aset, yakni tetap menjadi inisiatif pemerintah atau menjadi inisiatif DPR. Hal itu akan diputuskan segera dalam penyusunan program legislasi (prolegnas) yang akan datang.
“Saya sudah minta kepada Direktur Jenderal Perundang-undangan (Dhahana Putra) yang bertanggung jawab mengurus prolegnas untuk sesegera mungkin berkoordinasi dengan badan legislasi di Parlemen,” ujarnya.
Ironisnya, ditengah Pemerintah yang begitu gencar, DPR RI justru emoh terburu-buru melakukan duduk bareng. Alasannya, Komisi III masih menggodok draf revisi KUHAP yang rumusan terbarunya sudah disebarkan ke masyarakat sebelum reses Idulfitri 1446 Hijriah.
“Karena kalau tergesa-gesa nanti tidak akan sesuai dengan aturan yang ada, dan kemudian tidak akan sesuai dengan mekanisme yang ada itu akan rawan,” kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani dikutip dari Parlementaria, Rabu (7/5/2025).
Berbeda dengan Puan, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan justru mengatakan, pihaknya masih menunggu sinyal dari Presiden Prabowo Subianto terkait pembahasan RUU Perampasan Aset.
Menurut Bob, RUU Perampasan Aset sejak awal merupakan inisiatif pemerintah. Karena itu, kata Bob, pembahasannya baru akan dimulai setelah ada usulan resmi dari pemerintah dan draf RUU diserahkan ke DPR.
“Bilamana sudah ada sinyal dari Bapak Prabowo Subianto tentunya akan kita coba lakukan satu proses (pembahasan),” kata Bob.
Ia menjelaskan, materi dalam naskah akademik RUU Perampasan Aset masih perlu diperbarui. Terutama poin yang menyangkut hubungan perampasan aset dengan hukum pidana atau khusus untuk tindak pidana pencucian uang.
Menurut Bob, proses pemutakhiran materi itu akan memerlukan waktu. Menurut dia, materi perampasan aset harus diperjelas, khususnya terkait aset koruptor atau aset pidana.
“Maka pemutakhiran ini memerlukan satu waktu dan proses di mana juga ini merupakan satu inisiatif dari pemerintah yang kemarin dimasukkan apakah ini nanti akan perampasan aset koruptor atau perampasan aset pidana,” tutur Politikus Partai Gerindra ini.
Dilain pihak Founder Rumah Klinik Hukum dan Penasehat Hukum LPPH-BPPKB Banten, Kusai Murroh menyebut, upaya pemberantasan korupsi saat ini tengah menjadi fokus utama semua elemen bangsa untuk mereduksi angka korupsi dari tingkat nasional sampai ke tingkat desa.
Tentunya untuk menyukseskan hal ini perlu sinergitas semua aparat penegak hukum maupun lembaga lainnya yang memiliki wewenang terkait pemberantasan korupsi.
“Untuk mewujudkan hal itu, Presiden Prabowo Subianto bisa segera meminta kepada DPR untuk memasukan RUU Perampasan Aset ke dalam prolegnas dan memprioritaskan pembahasannya untuk segera disahkan menjadi UU,” katanya.
RUU Perampasan Aset, katanya menawarkan pendekatan alternatif untuk pemberantasan korupsi dengan pendekatan in rem. Pendekatan ini menempatkan aset sebagai subjek hukum utama yang bisa dirampas tanpa perlu pembuktian kesalahan dari terduga pelaku tindak pidana korupsi.
“Konsep ini memberikan berbagai efektivitas, salah satunya adalah diperluasnya cakupan subjek hukum yang dapat diperiksa, mencakup keluarga atau pihak lain yang secara rasional dapat dicurigai terlibat dalam kegiatan kejahatan terorganisir,” sebutnya.
Berangkat dari semakin maraknya kasus korupsi, maka RUU Perampasan Aset sangat mendesak untuk segera disahkan menjadi UU sebagai penyempurna undang-undang pemberantasan korupsi yang sudah berjalan.
“Jika RUU Perampasan Aset ini benar-benar disahkan, diharapkan para koruptor akan mengalami pemiskinan sehingga menimbulkan efek jera dan dapat meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta sistem penegakan hukum di Indonesia,” tandasnya. (din/*)