Pasukan Oranye Jakarta Tuntut Hak Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

Jakarta, pelitabaru.com

Pasukan Oranye, sekelompok pekerja yang bekerja di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jakarta – Unit Penanganan Sampah Badan Air, kembali mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Selasa, (7/1/2025).

Mereka hadir sebagai penggugat dengan tujuan menuntut hak terkait potongan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), yang dinilai tidak dipenuhi oleh pihak tergugat, yakni Dinas Lingkungan Hidup Unit Penanganan Sampah Badan Air.

Dalam proses persidangan kali ini, Pasukan Oranye didampingi oleh Kuasa Hukum, Manambak Silalahi SH dan Ahmad Fauzi SH serta stafnya, Andy Chandra Dewa SH. Kepada wartawan, Manambak Silalahi, menjelaskan bahwa sesuai dengan Surat Perintah Kerja yang ada, potongan untuk JKK dan JKM seharusnya dibayarkan sepenuhnya oleh pihak tergugat.

Namun, kenyataannya, pembayaran tersebut tidak terlaksana sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini terungkap berdasarkan penjelasan tertulis dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS) Ceger Jakarta Timur, yang turut menjadi tergugat dalam perkara ini, dalam Berita Acara tanggal 20 September 2024.

Dalam persidangan tersebut, pihak tergugat dan turut tergugat telah menghadirkan kelengkapan berkas yang sesuai dengan ketentuan, sehingga atas perintah Majelis Hakim, proses selanjutnya memasuki tahap Mediasi yang akan berlangsung selama 30 hari. Mediasi pertama dijadwalkan pada tanggal 14 Januari 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Tuntutan yang diajukan oleh Pasukan Oranye melalui kuasa hukum mereka mencakup tuntutan materiil dan immateriil. Para penggugat menuntut pembayaran materiil sebesar Rp 100.582.900, serta kompensasi kerugian immateriil sebesar Rp 1.000.000.000. Selain itu, mereka juga meminta agar para penggugat dipekerjakan kembali oleh Gubernur Provinsi Jakarta, melalui Dinas Lingkungan Hidup Unit Penanganan Sampah Badan Air.

Persidangan kali ini sempat diwarnai dengan pernyataan Ketua Majelis Hakim yang dinilai subjektif terkait proses mediasi. Ketika salah satu prinsipal tidak hadir pada waktu mediasi, ada kemungkinan gugatan akan dianggap tidak diterima (niet ontvankelijk verklaard) karena dianggap tidak memiliki itikad baik.

Baca Juga :  Dua Bocah Tewas Tenggelam di Danau RPTA saat Terjadi Banjir

Manambak Silalahi selaku kuasa hukum kemudian mengajukan permohonan agar hakim karir ditunjuk sebagai mediator, mengingat keterbatasan finansial para penggugat untuk membayar mediator non-hakim. Akan tetapi, Ketua Majelis Hakim tetap pada pendiriannya dan menyatakan bahwa hakim dalam perkara ini tidak memiliki sertifikat mediator.

Pernyataan Majelis Hakim tersebut membuat tim kuasa hukum pasukan oranye mempertanyakan standar yang diberlakukan, mengingat hakim karir tidak selalu membutuhkan sertifikat mediator. Ia menegaskan bahwa dalam proses persidangan, Majelis Hakim seharusnya bersikap lebih objektif dan tidak langsung mengambil kesimpulan mengenai potensi gugatan yang tidak dapat diterima.

Dengan proses mediasi yang akan segera dimulai, Pasukan Oranye dan kuasa hukum berharap agar hak-hak mereka dapat terpenuhi dan masalah ini segera mencapai penyelesaian yang adil. “Ya tuntutan klien kami sangat realistis, dan tidak macam-macam. Jadi saya berharap mediasi nanti bisa mencapai kesepakatan yang adil,” imbuh Manambak.

Sementara itu, di tengah berlangsungnya persidangan, seorang pasukan oranye mengaku bernama Andi yang telah selesai masa kerjanya pada tahun 2024, mengungkapkan niatnya untuk bergabung dalam gugatan hukum ini. Namun Manambak menjelaskan bahwa hal tersebut sudah tidak dimungkinkan lagi karena proses sidang sudah berjalan dan tidak akan ada penambahan pihak pemberi kuasa dalam Surat Kuasa yang sudah terdaftar, terutama dalam perkara Nomor: 681/Pdt.G/2024/PN.JKT.TIM.

Andi juga menyatakan bahwa kemungkinan jumlah pasukan oranye yang akan bergabung dalam gugatan hukum ini akan meningkat secara signifikan. Ia bahkan memperkirakan jumlahnya bisa mencapai ratusan orang. Pasalnya, potongan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Unit Penanganan Sampah Badan Air terhadap JKK dan JKM masih berbeda-beda, bahkan ada yang mencapai kurang lebih Rp 200.000 per bulan.

“Dengan adanya pernyataan dari Andi itu, jika tuntutan ini diteruskan, kemungkinan besar akan ada gelombang kedua dalam gugatan perbuatan melawan hukum yang ditujukan kepada pihak tergugat,” pungkas Manambak. (Cky)

Tags: , ,