Bogor, Pelitabaru.com
Kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor yang menyeret sang Bupati, Ade Yasin (non aktif) terus berbuntut panjang. Terakhir, sembilan pejabat kembali dipanggil ulang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemanggilan ini tak lain sebagai upaya lembaga anti rasuah itu dalam menyibak bukti dari kesaksian pada saksi.
“Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AY (Ade Yasin),” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, akhir pekan lalu yang diterima Pelita Baru.
Meski demikian, dirinya belum dapat menjelaskan perihal poin pemeriksaan terhadap para saksi tersebut. KPK meyakini, bakal terus melakukan penyelidikan terkait kasus suap yang terjadi di lingkungan Pemkab Bogor.
Sembilan pejabat yang dipanggil ulang diantaranya, Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Arif Rahman, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Teuku Mulya, Kasubbag Penatausahaan Keuangan Setda Kabupaten Bogor Ruli Fathurahman, Inspektur Kabupaten Bogor Ade Jaya Munadi.
Kemudian Irban V Inspektorat Kabupaten Bogor Temsy Nurdin, PNS RSUD Cibinong Solihin, Kepala UPT Pajak Daerah Kelas A Jonggol Mika Rosadi, Sekretaris BPKAD Pemkab Bogor Andri Hadian, serta Subkoordinator Pelaporan Dinas BPKAD Kabupaten Bogor Hanny Lesmanawaty.
Menyikapi hal ini, pengamat kebijakan publik, Yusfitriadi menilai, lamanya proses penyidikan terhadap kasus yang membelit Ade Yasin tak lain akibat sikap Ade sendiri yang sejak awal sudah membuka indikasi keterlibatan banyak pihak dengan pernyataan yang dilontarkannya yakni ‘saya dipaksa untuk bertanggungjawab terhadap perbuatan anak buah saya’ dan ‘ini merupakan Inisiatif Membawa Bencana (IMB)’.
“Sehingga ada pihak-pihak lain yang memaksa Ade Yasin dan ada pihak yang berinisiatif. Dengan pernyataan itu maka sangat wajar banyak yang dilibatkan sebagai saksi dalam kasus OTT Ade Yasin ini,” katanya.
Selain itu, Yus, sapaan akrabnya juga menyebut, kasus ini berbeda dengan kasus yang pernah menimpa sang kakak Ade Yasin, Rachmat Yasin.
“Berbeda dengan kasus RY dulu, dimana sejak awal RY sudah menutup atau meminimalisir keterlibatan pihak lain dalam pengembangan kasusnya. Sehingga tidak terlalu banyak yang diperiksa KPK,” sebutnya.
Diketahui, dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Bogor Ade Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, Jawa Barat tahun anggaran 2021.
Selain Ade Yasin, KPK menjerat tersangka lainnya, yakni Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor Maulana Adam (MA), Kasubid Kas Daerah BPKAD Kab. Bogor Ihsan Ayatullah (IA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kab. Bogor Rizki Taufik (RT). Mereka dijerat sebagai pihak pemberi suap.
Sementara pihak pemberi suap KPK menjerat Kasub Auditorat Jabar III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jabar Anthon Merdiansyah (ATM), Ketua Tim Audit Interim BPK Kab. Bogor Arko Mulawan (AM), serta dua pemeriksa BPK Jabar Hendra Nur Rahmatullah (HNRK) dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR).
Penetapan tersangka terhadap Ade Yasin bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan KPK sejak Selasa, 26 Maret 2022 hingga Rabu, 27 Maret 2022 di kawasan Bogor dan Bandung, Jawa Barat.
Dalam OTT tersebut, tim penindakan mengamankan 12 orang dan uang sebesar Rp 1,024 miliar.
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut Bupati Bogor Ade Yasin menyuap para auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat (Jabar) agar Kabupaten Bogor menerima predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK.
“AY (Ade) selaku Bupati Kabupaten Bogor periode 2018-2023 berkeinginan agar Pemkab Bogor kembali mendapatkan predikat WTP untuk tahun anggaran 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat,” ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/4/2022) dini hari.
Lebih lanjut Firli mengatakan, atas keinginan Ade Yasin agar Kabupaten Bogor menerima opini WTP itu, pada sekitar Januari 2022, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang antara Hendra Nur dengan Kasubid Kas Daerah BPKAD Kab. Bogor Ihsan Ayatullah dan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor Maulana Adam dengan tujuan mengondisikan susunan tim audit interim (pendahuluan).
Sebagai realisasi kesepakatan, Ihsan dan Maulana diduga memberikan uang sekitar Rp 100 juta dalam bentuk tunai kepada Kasub Auditorat Jabar III BPK Jabar Anthon Merdiansyah di salah satu tempat di Bandung.
Adapun temuan fakta tim audit di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda – Pakan Sari dengan nilai proyek Rp 94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai kontrak.
“Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY (Ade) melalui IA (Ihsan) dan MA (Maulana) kepada tim pemeriksa di antaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp 10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp 1,9 miliar,” kata Firli. (fuz)
Tags: Ade Yasin, KPK, Pemkab Bogor