Komnas HAM Desak Mabes Polri Turun Tangan

Sejumlah massa mendatangi jemaat Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar), Jumat (3/9/2021) siang. Kepala Bidang Humas Polda Kalbar Kombes Pol Donny Charles Go mengatakan, bangunan masjid mengalami kerusakan karena dilempar dan bangunan belakang masjid dibakar massa.(Foto: Istimewa)

Sintang, Pelitabaru.com

Polisi menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus penyerangan masjid milik jamaah Ahmadiyah di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Seluruh tersangka kini telah ditahan di Mapolres Sintang sejak Ahad (5/9/2021) lalu. Di sisi lain, Komnas HAM mendesak Mabes Polri mengambil alih kasus ini.

“Kami menahan sepuluh orang, dan sembilan di antaranya ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Donny Charles Go saat dikonfirmasi, Senin (6/9/2021).

Donny menyampaikan kesembilan tersangka itu saat ini menjalani penahanan. Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 170 KUHP.  Jumlah tersangka masih bisa bertambah seiring berjalannya penyidikan yang dilakukan petugas.

“(Dijerat) Pasal 170 KUHP tentang perusakan barang secara bersama,” ucap Donny.

Sebelumnya, sejumlah massa menghancurkan masjid Miftahul Huda milik jemaat Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Sintang, pada Jumat (3/9/2021) siang usai salat berjamaah.

Sekretaris Pers dan Juru Bicara Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Yendra Budiana mengatakan sebelum kejadian ada orang yang memprovokasi warga untuk merobohkan masjid Ahmadiyah. Provokasi itu disampaikan lewat khotbah Jumat di Masjid Al-Mujahidin.

Lalu, setelah salat jumat, apel digelar di depan masjid. Massa kemudian meneriakkan takbir dan bergerak menuju masjid Ahmadiyah. Massa sempat diadang aparat, namun akhirnya tak ada pencegahan. Massa pun lantas membakar bangunan yang berdiri di samping masjid.

Massa juga berupaya membakar masjid namun tak berhasil. Mereka akhirnya melakukan aksi perusakan.

Sementara itu, Komnas HAM meminta Mabes Polri untuk ambil alih kasus  perusakan masjid Ahmadiyah di Kabupaten Sintang lantaran Polda Kalimantan Barat tak bisa mencegah insiden yang mestinya sudah terdeteksi sejak awal.

“Karenanya kami mendorong ini kasus diambil alih oleh Mabes Polri untuk memastikan tidak boleh terjadi peristiwa yang sama di kalimantan maupun di seluruh wilayah nusantara,” kata dia dalam konferensi persnya, Senin (6/9/2021).

Ia menganggap kasus penyerangan Ahmadiyah di Sintang seharusnya bisa diprediksi sebelumnya karena sudah ada tahapan eskalasi atau peningkatan konflik.

Pihaknya berkirim surat secara resmi kepada Polda Kalbar untuk meminta beberapa hal sebelum insiden perusakan masjid itu meletus.

Permintaan pertama, kata Anam, Komnas HAM meminta polisi menghentikan eskalasi dan mencegah konflik di wilayah tersebut. Lalu, Komnas HAM juga meminta Polda Kalbar berupaya membangun dialog dengan pihak terkait untuk mencegah terjadinya eskalasi.

Baca Juga :  Mendagri Minta Pemda Kurangi Kegiatan Seremonial

“Karena memang peristiwa ini bukan peristiwa ujug-ujug, enggak ada eskalasi yang kita lihat. Ini eskalasinya sudah dilihat duluan,” kata Anam.

Tak hanya itu, Anam juga meminta agar Polda Kalbar menindak banyaknya ujaran kebencian atau hate speech serta provokasi di media sosial terkait jemaah Ahmadiyah di Sintang. Pihaknya pun mengaku memiliki bukti terkait rekam jejak digitalnya.

“Persoalannya adalah apakah itu aktor intelektual yang menggunakan pengaruh, menggunakan sosial media dan sebagainya. Kalau itu hanya pelaku lapangan, ini masih potensial terjadi di mana-mana. Jadi penegakan hukumnya tidak hanya pelaku lapangan,” kata Anam.

Selain itu, Anam juga mendesak pemerintah mencabut SKB Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Warga Masyarakat. Baginya, SKB 3 Menteri itu terbukti gagal dan masih banyak tindak kekerasan yang dialami oleh jemaat Ahmadiyah sampai saat ini.

“Karena faktanya adalah banyak kekerasan yang terjadi. Banyak tindakan diskriminasi yang terjadi. Ini yang muncul di publik, yang enggak muncul di publik juga banyak sebenarnya,” ujarnya.

Selain itu, Anam juga meminta Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah ditinjau ulang.

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengklaim ada jaminan hak beragama di Indonesia.

“Jagalah negara Indonesia ini, karena di Indonesia anda akan dijamin hak asasinya, hak beragama dengan bebas dan tenang, kemudian hak bekerja, hak hidup, hak bertempat tinggal, hak untuk merasa aman dan sebagainya,” kata dia, saat memberikan kuliah umum di Universitas Islam Malang, Senin (6/9/2021).

Menurut dia, masyarakat juga harus meyakini bahwa agama yang mereka anut adalah agama yang benar sekaligus tetap diiringi dengan sikap toleransi.

“Karena kita yakin bahwa agama kita adalah agama yang benar maka kita harus yakin juga atas perintah Allah bahwa kita harus hidup bersama, tidak boleh membenci orang yang beda agama, karena perbedaan itu adalah khittah Allah,” ujar Mahfud.(ega/net)

Tags: ,