Jakarta, pelitabaru.com
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) melalui Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, telah mengirimkan surat kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Koordinator Bidang Pangan mengenai langkah penghentian impor sampah plastik sebagai bahan baku daur ulang. Keputusan ini bertujuan untuk mengurangi tumpukan sampah plastik di Indonesia, yang pada tahun 2023 mencapai 56 juta ton, di mana sekitar 12% di antaranya masih berasal dari impor.
Deputi Pengelolaan Limbah, Rosa Vivien Ratnawati, menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia dapat memenuhi kebutuhan bahan baku daur ulang plastik secara mandiri tanpa bergantung pada impor. Dalam penjelasannya, Vivien mengungkapkan,
Lanjut Vivien, mulai tahun 2025, kami akan menghentikan impor sampah plastik. Dengan ekosistem pengelolaan sampah yang tengah dibangun, kami optimis bahwa bahan baku daur ulang plastik dapat dipenuhi secara mandiri di dalam negeri.
Sebagai langkah awal, KLH telah merumuskan strategi pengelolaan sampah plastik yang meliputi pemilahan dari sumbernya, yaitu masyarakat rumah tangga. Selain itu, KLH menargetkan pembangunan 25 ribu bank sampah untuk mengumpulkan sampah terpilah, serta bekerja sama dengan organisasi pemulung untuk mendukung pemenuhan bahan baku daur ulang lokal.
“Sekitar 70 persen pengumpulan sampah plastik saat ini berasal dari pemulung. Kami telah berkomunikasi dengan dua organisasi pemulung yang siap membantu dalam pengumpulan sampah plastik domestik.” ujar Vivien.
KLH juga meminta dukungan dari perusahaan importir plastik, khususnya yang beroperasi di Sumatera dan Jawa, untuk berkolaborasi dalam pembangunan bank sampah dan menerima sampah plastik lokal sebagai bahan baku. Vivien mengatakan,
“Kami akan meminta perusahaan-perusahaan importir yang menggunakan sampah plastik sebagai bahan baku untuk mendukung kapasitas bank sampah atau bahkan mendirikan bank sampah serta berkomunikasi dengan pemulung.” pungkasnya.
Dalam upaya perbaikan pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, KLH mencatat bahwa saat ini hanya TPA di Balikpapan yang menerapkan sistem Sanitary Landfill, sedangkan lainnya masih menggunakan sistem Control Landfill. Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, pengelolaan TPA yang baik wajib dilaksanakan, dengan pelanggaran dapat dikenakan sanksi pidana.
Vivien menegaskan, “Kami mendorong agar TPA di seluruh Indonesia mulai menerapkan sistem sanitary landfill atau minimal menggunakan control landfill untuk menutup timbunan sampah secara berkala.” KLH juga berencana untuk mengeluarkan surat edaran kepada Kepala Daerah untuk memastikan bahwa pengelolaan TPA dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku, mengingat banyaknya temuan pengelolaan sampah yang memprihatinkan di lapangan.
“Kami tidak akan segan untuk bertindak tegas sesuai hukum yang berlaku. Jika ada oknum dari pemerintah daerah yang melanggar hukum, kami akan mengambil tindakan tegas,” tegasnya.
KLH juga menekankan pentingnya TPA untuk memberikan manfaat ekonomis, seperti pemanfaatan gas metana untuk menurunkan emisi karbon gas rumah kaca, yang saat ini telah diterapkan di TPA Legok Nangka, Bandung.