Kejagung Selidiki Dugaan Korupsi PT Sritex

Harli Siregar. (Foto: Istimewa)

Jakarta, pelitabaru.com

PT Sritex dinyatakan pailit pada bulan Oktober 2024 dan resmi menghentikan operasional per 1 Maret 2025. Ribuan buruh pun dipaksa untuk berhenti kerja alias terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Menariknya, penutupan perusahaan tekstil terbesar di Indonesia ini berbuntut panjang. Indikasi ini terlihat dari penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) yang tengah melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut.

“Masih penyidikan umum, dalam hal pemberian kredit bank kepada Sritex,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, Kamis (1/5/2025), seperti dilansir dari Liputan6.com.

Diketahui, PT Sritex dinyatakan pailit pada bulan Oktober 2024 dan resmi menghentikan operasional per 1 Maret 2025.

Kurator kepailitan PT Sritex mencatat tagihan utang dari para kreditur perusahaan tekstil tersebut dengan jumlah mencapai Rp29,8 triliun.

Dalam daftar piutang tetap tersebut tercatat 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, serta 22 kreditur separatis.

Kreditur preferen atau kreditur dengan hak mendahului karena sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa antara lain Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo, Kantor Bea dan Cukai Surakarta dan Semarang, Kantor Ditjen Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah-DIY, serta Kantor Pelayanan Pajak Modal Asing IV.

Sementara itu, dalam daftar kreditur separatis dan konkuren, terdapat tagihan dari sejumlah bank serta perusahaan yang merupakan rekan usaha pabrik tekstil tersebut.

Dalam tagihan yang diajukan oleh beberapa lembaga keuangan tersebut, terdapat piutang dengan nominal sangat besar.

Pada akhirnya, rapat kreditur dalam kepailitan PT Sritex menyepakati tidak dilaksanakan keberlanjutan usaha atau going concern yang selanjutnya dilakukan pemberesan utang.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat korban pemutusan hubungan kerja (PHK) PT Sritex mencapai 11.025 yang terjadi secara bertahap sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025.

Baca Juga :  Polisi Telusuri Aliran Dana Mafia Tanah

Dilain pihak, Wagini adalah salah satu mantan buruh Sritex yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK). Di Hari Buruh ini, ia menuntut agar hak-haknya seperti tunjangan hari raya (THR) dan pesangon segera dibayarkan.

“Harapan kita untuk hari buruh ini seperti yang di sampaikan oleh teman-teman buruh semua yang diadukan kepada Pak Presiden supaya ditindaklanjuti. Untuk karyawan PT Sritex yang sudah ter-PHK  saya harapkan hak-haknya segera dipenuhi seperti THR dan persangon,” kata Wagini dalam tayangan Metro Siang, Metro TV, Kamis (1/5/2025).

Wagini juga menyampaikan alasan perusahaan belum membayarkan hak-haknya karena belum ada investor yang masuk. Sehingga, aset-aset perusahaan belum terjual.

“Ini saya harapkan harus segera dipenuhi karena untuk PT Sritex ini kan sudah diserahkan sama kurator. Saya harapkan kurator segera mengambil langkah untuk memberikan hak-hak kita. Itu yang kita harapkan,” ujarnya.

Wagini sendiri telah berkerja di PT Sritex selama 45 tahun. Selama bekerja, ia ditempatkan di bagian finishing. 
Setelah tekena PHK, ia belum melamar ke perusahaan lain. Sebab, ia masih menunggu kepastikan untuk dipekerjakan kembali.

“Kemarin dari tanggal 14 Maret itu kita suruh tanda tangan untuk dipekerjakan kembali, tapi sampai sekarang belum ada informasi lagi dari PT Sritex,” ungkapnya.

Dirinya pun memutuskan untuk membuka warung kecil-kecilan untuk menyambung hidup. Sementara teman-temannya di PT Sritex dahulu belum mendapatkan pekerjaan hingga saat ini.

“Untuk teman-teman kita yang lain masih banyak yang nganggur, belum bekerja,” ujarnya.  (din/*)

Tags: , ,