Jokowi Ajak Pengusaha Berbisnis Energi Dan Pangan

Presiden Jokowi. (Foto: Biro Pers Setpres)

Jakarta, Pelitabaru.com

Indonesia berada dalam posisi tidak normal secara ekonomi. Ancaman krisis ekonomi dan pangan pun menghantui. Kendati begitu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) cukup jeli melihat sebuah peluang dalam upaya menyelamatkan negara dari keterpurukan.

Menurut Jokowi, ancaman krisis pangan ini juga bisa dijadikan peluang karena lahan kita besar. Sebab, banyak bidang yang belum dimanfaatkan dan banyak yang belum produktif. Karena itu, Jokowi mengajak pengusaha untuk berbisnis energi dan pangan.

Hal itu diungkapnya saat memberi sambutan pada Rakernas PDI-P di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Selasa (21/6/2022). Ajakan Jokowi bukan tanpa alasan. Peluang ini didapatnya setelah dirinya dimintai bantuan oleh seorang perdana menteri (PM) sebuah negara untuk mengirimkan minyak goreng. Permintaan itu disampaikan lewat sambungan telepon dua hari lalu.

“Dua hari yang lalu, malam, saya mendapat telepon dari seorang perdana menteri, enggak usah saya sebutkan (namanya). Beliau meminta-minta betul, ‘Presiden Jokowi, tolong dalam sehari dua hari ini kirim yang namanya minyak goreng. Stok kami betul-betul sudah habis dan kalau barang ini tidak datang akan terjadi krisis sosial, ekonomi yang berujung juga pada krisis politik’,” ujar Jokowi.

Jokowi melanjutkan, kondisi krisis sosial, ekonomi, dan berujung pada krisis politik saat ini sudah terjadi di Sri Lanka. Selain itu, Bank Dunia dan IMF telah menyampaikan bahwa akan ada lebih kurang 60 negara yang ambruk ekonominya dan 42 negara lainnya dipastikan tengah menuju krisis.

“Oleh sebab itu, kita semuanya betul-betul harus menyiapkan diri mengenai ini. Pangan, harus betul-betul disiapkan betul. Energi, betul-betul harus dikalkulasi betul, karena paruh dari energi kita itu impor,” ungkapnya.

“Dan kita ini negara besar, pangannya juga butuh pangan yang besar, energinya juga butuh energi yang besar, baik untuk kendaraan maupun untuk industri, rumah tangga, dan lain-lainnya,” lanjut Jokowi.

Karena itu, Jokowi kembali mengingatkan masyarakat agar tetap berhati-hati. Terlebih saat ini pemerintah masih terus mensubsidi harga sejumlah komoditas. Misalnya, bensin Pertalite dengan harga jual Rp 7.650 per liter dan Pertamax seharga Rp 12.000,- per liter

“Hati-hati ini bukan harga sebenernya lho. Ini adalah harga yang kita subsidi. Dan subsidinya besar sekali. Saya berikan perbandingan saja Singapura harga bensin sudah Rp 31.000, di Jerman harga bensin juga sudah sama Rp 31.000, di Thailand sudah Rp 20.000. Tetapi ini yang harus kita ingat, subsidi kita ke sini itu bukan besar, besar sekali. Bisa dipakai untuk membangun ibu kota satu. Karena angkanya sudah Rp 502 T. Ini semua yang kita harus mengerti,” tambahnya.

Baca Juga :  Kabar Bahagia Cuma Soal Vaksinasi dan PNSĀ 

Diketahui saat ini 22 negara telah memutuskan untuk menghentikan aktivitas ekspor pangannya untuk menjaga suplai domestik. Negara-negara yang telah melarang ekspor makanan mulai dari gandum, biji-bijian, minyak, buah-buahan hingga daging beberapa bulan pascaterjadinya konflik Rusia dan Ukraina tersebut di antaranya Argentina, Mesir, India, Aljazair, Iran, Kazakhstan, Kosovo, Turki, Ukraina, Rusia, Serbia, Tunisia, Kuwait, Malaysia dan Indonesia.

Ketidakpastian ekonomi global, terutama akibat perang Ukraina dan Rusia, memang menjadi salah satu sebab inflasi tinggi di berbagai negara. Gangguan rantai pasok akibat aksi saling balas sanksi antara Dunia Barat dan Rusia membuat distribusi beberapa komoditas utama dunia menjadi terganggu, yang berakibat kelangkaan di satu sisi dan kenaikan tajam harga komoditas di sisi lain.

Kondisinya tentu akan semakin parah jika 22 negara malah memutuskan untuk menghentikan ekspor bahan pangan ke pasar global. Ancaman krisis pangan ini bukan yang pertama kali dalam tiga tahun belakangan.

Di awal masa pandemik, Food and Agriculture Organization/FAO atau Badan Pangan dan Pertanian PBB juga pernah memperingatkan mengenai potensi terjadinya krisis pangan sebagai dampak dari pandemi korona.

Pasalnya, banyak negara menerapkan kebijakan lockdown atau karantina wilayah, termasuk pembatasan sosial berskala besar seperti yang diterapkan di Indonesia. Karenanya, ketika itu FAO meminta setiap negara yang sedang berjuang mengatasi penyebaran virus korona juga menjaga kelancaran rantai pasokan makanan agar tidak terjadi kelangkaan bahan pokok makanan dan kenaikan harga yang berlebihan.

Sementara Indonesia mulai tertekan ketika harga minyak dunia mulai merangsek ke atas 100 dollar AS per barel dua bulan lalu, yang membuat Pertamina mengusulkan kenaikan BBM lebih dari 20 persen (Pertamax).

Kenaikan harga minyak dunia juga berpengaruh terhadap biaya transportasi global, yang berimbas pada harga barang impor Indonesia, terutama barang baku. Risikonya, harga jual beberapa jenis barang terkerek naik, yang ikut berkontribusi pada tingginya inflasi inti bulan Mei 2022 lalu.

Kemudian, dalam konteks makanan, rantai pasok terkait dengan dua kategori rantai pasok, yakni rantai pasok komoditas pokok seperti beras, gandum, jagung, kedelai dan rantai pasok komoditas bernilai tinggi seperti buah dan sayur-sayuran.

Nah, komoditas bahan pokok yang bergantung pada impor inilah yang akan langsung terkena imbas dari kebijakan pembatasan ekpor komoditas pangan dari sebelas negara yang disebutkan Jokowi.

Pangan berbahan baku gandum, kedelai, minyak kedelai, terigu, daging, dan lainnya akan mengalami kelangkaan suplai, lalu mengerek harga secara drastis, yang akan merongrong daya beli masyarakat. (adi/fuz/gin/*)

Tags: , , , ,