Jelas Menabrak Banyak UU, Siapa Sih ‘Backing’ Bisnis Ekspor Pasir?

Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema. (Foto: DPR)

Jakarta, Pelitabaru.com

Kebijakan pemerintah soal aturan ekspor pasir laut menuai kontroversi. Bahkan tak sedikit pihak yang menilai, regulasi itu menabrak sejumlah undang-undang (UU). Siapa sih ‘backing’ bisnis ekspor pasir?

Anggota Komisi IV Fraksi PDIP Yohanes Fransiskus Lema pun angkat bicara. Menurutnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut hanya mempertimbangkan UU Kelautan.

Tetapi, UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam tidak menjadi konsideran.

“Juga UU Perikanan atau terkait dengan perlindungan pulau-pulau kecil ini, kenapa tidak dijadikan konsideran?” kata dia dalam Rapat Kerja dengan Menteri Kelautan dan Perikanan di Gedung DPR RI, Jakarta Selatan, Senin, 12 Juni 2023.

Karena itu, ia menuntut agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lebih transparan dalam penerbitan beleid itu. Dia juga meminta agar KKP membeberkan potensi ekonomi dari kebijakan ini. Terlebih, pemerintah mengklaim langkah tersebut dapat menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Yohanes pun mendesak agar KKP merinci titik koordinat penambangan pasir laut di Tanah Air. Ia juga meminta agar KKP menjabarkan strategi pengawasannya. Sebab, ia khawatir KKP tidak memiliki anggaran yang cukup untuk mengawasi implementasi aturan itu.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan KKP akan membuat aturan teknis soal pelaksanaan pengerukan pasir laut. Kementerian juga membentuk tim kajian untuk menganalisis proposal pengolahan pasir laut ini.

Menurut dia, peraturan teknis yang tengah dirumuskan akan sangat detail. Dia juga berjanji akan melibatkan stakeholder, para pakar dan ahli di bidangnya, serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bidang lingkungan.

Trenggono juga menegaskan pelaku usaha penambangan nantinya tidak boleh sembarangan mengambil komoditas pasir laut ini. Dalam pelaksanaanya, KKP akan menugaskan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Ditambah inspeksi dari semua aparat keamanan.

Hasil sedimentasi jika dibiarkan, menurut dia, juga bisa menganggu kelestarian ekosistem laut. Untuk itu, kebijakan pengelolaan hasil sedimentasi yang terdiri dari perencanaan, pengendalian, pemanfaatan, dan pengawasan sesuai PP 26/2023 penting dilakukan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem serta membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat dan negara.

“Indonesia itu dapat bonus geografi. Indonesia itu tempat putaran arus. Yang secara peristiwa oseanografi itu material di dalamnya, bisa berupa lumpur, pasir itu ngumpul. Satu dia nutupi alur pelayaran, kedua dia nutupi terumbu karang, padang lamun, tentu ini tidak sehat dong lautnya kalau kaya gini,” jelasnya.

Trenggono mengatakan, pihaknya saat ini tengah mempersiapkan aturan turunan, yang di dalamnya juga terdapat Tim Kajian yang terdiri dari institusi pemerintah, lembaga oseanografi, perguruan tinggi, hingga pegiat lingkungan. Tim Kajian terdiri dari berbagai unsur membuat pengelolaan hasil sedimentasi di laut menjadi lebih ketat dan transparan.

Baca Juga :  1 Juli, Beli BBM Pakai MyPertamina

Untuk itu, dia mengajak pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk ambil bagian dalam tata kelola hasil sedimentasi di laut. Dengan demikian, pelaksanaan kebijakan tersebut dapat diawasi secara bersama-sama.

“Saya ini panglimanya ekologi. Membuat kebijakan tidak boleh ada vested di dalamnya. Kebijakan harus bebas dan benar-benar untuk kepentingan bangsa dan negara,” paparnya.

Kepala Badan Riset dan SDM KP, I Nyoman Radiarta menambahkan bahwa sedimentasi dapat ditemukan di beberapa lokasi seperti di muara sungai, maupun pada perairan laut bahkan membentuk gosong yang justru dapat mengganggu alur nelayan dan tempat pemijahan.

Hasil sedimentasi yang tidak dikelola dengan baik, diakuinya juga akan berdampak pada kelestarian ekosistem dan produktivitas masyarakat baik itu masyarakat pesisir maupun umum.

Lebih lanjut Nyoman menyampaikan, dalam melakukan eksplorasi sedimen laut harus menggunakan sarana yang ramah lingkungan yang tidak mengancam kepunahan biota laut, tidak mengakibatkan kerusakan permanen habitat biota laut, tidak membahayakan keselamatan pelayaran dan tidak mengubah fungsi dan peruntukan ruang yang telah ditetapkan, serta memiliki sarana untuk memisahkan mineral berharga.

Sebagai informasi, tujuan pemerintah menerbitkan PP 26/2023 sebagai mana tertuang dalam Pasal 2 yakni untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut; dan untuk mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung juga menilai kebijakan ekspor pasir laut lebih banyak berisiko negatif. Karena itu, ia meminta pemerintah untuk mengkaji ulang izin tersebut sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Salah satu yang perlu dikaji adalah dampaknya terhadap kerusakan lingkungan. Apalagi, sebelumnya sudah ada pelarangan ekspor pasir laut yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Memperindag Nomor 117/MPP/Kep/2/2003.

“Kita lihat para pemerhati lingkungan juga sudah bersuara untuk penolakan PP ini. Artinya ini jelas ancaman yang nyata terhadap lingkungan kita,” ujar Martin lewat keterangannya yang dikutip dari Parlementaria di Jakarta, Minggu (4/6/2023) lalu.

Dia menjelaskan, ekspor diperbolehkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan perundang-undangan. Namun, Martin mempertanyakan cara pengawasannya yang masih belum jelas.

“Demi keselamatan lingkungan serta yang lainnya, kami minta (Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2023) dikaji ulang,” tandas Politisi Fraksi Partai NasDem itu. (adi/fuz/gin/*)

Tags: ,