Ini Solusi Cespleng DPR Hadapi PPN 12%

Said Abdullah. (Foto: Istimewa)

Jakarta, pelitabaru.com

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah melakukan mitigasi resiko atas dampak kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, khususnya terhadap rumah tangga miskin dan kelas menengah. Adapun mitigasi resiko itu dapat diwujudkan dalam sejumlah kebijakan, di antaranya perlunya penambahan anggaran untuk perlindungan sosial (Perlinsos) ke rakyat.

“Jumlah penerima manfaat Perlinsos (perlu) dipertebal bukan hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin/rentan miskin. Serta memastikan program tersebut disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran,” kata Said dalam keterangannya dikutip Kamis (26/12/2024).

Subsidi BBM, gas LPG, listrik untuk rumah tangga miskin harus diperluas hingga rumah tangga menengah, termasuk untuk driver ojek online hendaknya tetap mendapatkan jatah pengisian BBM bersubsidi. Bahkan, tegasnya, bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah.

“Subsidi transportasi umum diperluas yang menjadi moda transportasi massal di berbagai wilayah, khususnya kota kota besar yang memiliki moda transportasi massal. Subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah, setidaknya tipe rumah 45 ke bawah, serta rumah susun,” katanya.

Menurutnya, bantuan untuk pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi perlu dipertebal yang menjangkau lebih banyak penerima manfaat, khususnya siswa berprestasi dari rumah tangga miskin hingga menengah. Serta, melakukan operasi pasar secara rutin paling sedikit dua bulan sekali dalam rangka memastikan agar inflasi terkendali dan harga komoditas pangan tetap terjangkau.

“Memastikan penggunaan barang dan jasa UMKM di lingkungan Pemerintah. Menaikkan belanja barang dan jasa pemerintah yang sebelumnya paling sedikit 40 persen menjadi 50 persen untuk menggunakan produk Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri. Memberikan program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat kelas menengah. meluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak, guna membantu mereka beralih ke sektor-sektor yang lebih berkembang dan berdaya saing. Juga bisa disinkronisasi dengan penyaluran KUR,” jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

“Memastikan program penghapusan kemiskinan ekstrem dari posisi saat ini 0,83 persen menjadi nol persen di tahun 2025, dan penurunan generasi stunting dibawah 15 persen dari posisi saat ini 21 persen,” pungkasnya.

Diketahui, Banggar DPR RI merespon terkait polemik kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen. Banggar DPR RI memberikan penjelasan terkait hal tersebut guna memberikan kejernihan di ruang publik dan kepastian hukum.

Dalam penjelasannya, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan amanat dari Undang Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang berlaku sejak tahun 2021. Kenaikan PPN ini, tambahnya, sesungguhnya bukan peristiwa yang datang seketika.

Sebelum 1 April tahun 2022 tarif PPN berlaku 10 persen. Lalu, setelah Undang Undang HPP berlaku, maka diatur pemberlakuan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen per 1 April 2022, dan selanjutnya 1 Januari 2025 tarif PPN menjadi 12 persen, dengan demikian terjadi kenaikan bertahap.

“Namun, pemerintah diberikan ruang diskresi untuk menurunkan PPN pada batas bawah di level 5 persen dan batas atas 15 persen bila dipandang perlu, mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional,” kata Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam keterangan tertulis.

Said mengungkapkan pada Undang Undang HPP Bab IV pasal 7 ayat 1 huruf b telah diatur bahwa pemberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025.

Atas dasar ketentuan ini, maka pemerintah dan DPR sepakat untuk memasukkan asumsi tambahan penerimaan perpajakan dari pemberlakuan PPN 12 ke dalam target pendapatan negara pada APBN 2025.

Selanjutnya, APBN 2025 telah diundangkan melalui Undang Undang Nomor 62 tahun 2024. UU HPP ini disepakati oleh seluruh fraksi di DPR, dan hanya Fraksi PKS DPR RI yang menolak pengesahan RUU tersebut menjadi undang-undang dan telah diundangkan dalam lembaran negara. Dengan demikian pemberlakukan PPN 12 persen berkekuatan hukum.

“Perlu kami sampaikan, Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang HPP mengamanatkan sejumlah barang dan jasa yang tidak boleh dikenai PPN atau PPN 0 persen, antara lain ekspor barang dan jasa, pengadaan vaksin, buku pelajaran umum, buku pelajaran agama, kitab suci, pembangunan tempat ibadah, proyek pemerintah yang didanai dari hibah atau pinjaman luar negeri, barang dan jasa untuk penanganan bencana, kebutuhan pokok yang dikonsumsi rakyat banyak, serta pengadaan barang dan jasa untuk pembangunan nasional yang bersifat strategis,” kata Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Baca Juga :  bank bjb Beri Kemudahan Bagi Debitur yang Ingin Ajukan Kredit Melalui Bjb MLT BPJS Merdeka

Lebih lanjut, dalam pembahasan APBN 2025 pemerintah dan DPR, kata said, juga menyepakati target pendapatan negara dengan asumsi pemberlakuan PPN 12 persen untuk mendukung berbagai program strategis Presiden Prabowo Subianto untuk merealisasikan program program strategisnya seperti program quick win yang akan didanai oleh APBN 2025.

Hal itu antara lain Program Makan Bergizi gratis yang membutuhkan dana sekitar Rp71 T, Pemeriksaan Kesehatan Gratis Rp3,2 T, Pembangunan Rumah Sakit Lengkap di Daerah Rp1,8 triliun, pemeriksaan penyakit menular (TBC) Rp8 triliun, Renovasi Sekolah Rp20 T, Sekolah Unggulan Terintegrasi Rp2 T, dan Lumbung Pangan Nasional, Daerah dan Desa Rp15 T.

Selain itu, dalam rapat kerja antara para Menteri Koordinator (Menko) dengan Banggar DPR pada tanggal 2 Desember 2024 juga disampaikan bahwa pada tahun 2027 pemerintah menargetkan swasembada beras.

“Dengan demikian, program-program di atas sesungguhnya sejalan dengan agenda PDI-Perjuangan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), serta mendorong program kesehatan yang inklusif. Atas dasar itulah, PDI Perjuangan berkomitmen untuk mengawal dan mengamankan demi suksesnya Program Quick Win di atas melalui dukungan terhadap APBN 2025,” pungkasnya.

Menanggapi itu, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyatakan bahwa kebijakan ini difokuskan untuk barang mewah dan disertai program afirmatif yang mendukung masyarakat berpenghasilan rendah.

“Pemerintah mengumumkan bahwa yang akan diterapkan dari pemberlakuan kenaikan 1 persen atau menjadi 12 persen ini adalah diperuntukkan untuk barang mewah. Jadi barang mewah ini kan konsumsi yang berkemampuan. Nah, oleh karenanya, karena konsumsi yang berkemampuan, maka harus dibarengi oleh kebijakan afirmatif, kebijakan yang pro rakyat,” ujar Herman.

Herman menekankan bahwa kenaikan PPN pada barang mewah ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, yang selanjutnya akan dialokasikan untuk program-program pro-rakyat. Pemerintah disebut telah menyiapkan langkah afirmatif untuk memastikan bahwa dampak kebijakan ini tidak meluas ke masyarakat umum.

“Saya kira ini juga sudah disampaikan oleh pemerintah bahwa pada saat menerapkan kenaikan 12 persen untuk barang mewah atau dikenakan untuk kalangan masyarakat yang berkemampuan, maka pada saat yang sama juga ada program-program prorakyat yang ini untuk meningkatkan kemampuan ekonomi di masyarakat,” lanjut Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.

Sehingga, menurutnya, kebijakan ini bertujuan mengalihkan pendapatan dari kalangan berkemampuan kepada mereka yang lebih membutuhkan. Namun, pemerintah perlu mempersiapkan langkah mitigasi untuk mengantisipasi potensi dampak kenaikan ini terhadap sektor lain.

“Oleh karenanya, untuk sektor yang ini menjadi kebutuhan pokok masyarakat, seperti Sembako kan (pajaknya) di 0 persen kan, ini kebijakan afirmatif. Kemudian juga ada insentif-insentif yang akan diberikan kepada masyarakat yang memang berpenghasilan rendah,” lanjutnya.

Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa kenaikan ini tidak menimbulkan dampak yang meluas. Pemerintah diyakini telah merancang langkah-langkah mitigasi yang terukur agar kebijakan ini berjalan sesuai harapan.

Kenaikan PPN difokuskan pada segmen barang mewah yang menyasar masyarakat berkemampuan tinggi, sementara dalam jangka pendek kebijakan ini diharapkan dapat mendukung program-program pro-rakyat dan memperkuat ekonomi masyarakat luas.

Lanjutnya, penting bagi pemerintah dan DPR untuk bersama-sama menjaga pelaksanaan implementasi kebijakan PPN 12 persen ini. Dalam jangka panjang, kenaikan PPN ini juga diharapkan mampu memperkuat kondisi fiskal negara.

“Semakin kuat fiskal negara, semakin kita memiliki kemampuan dari sisi keuangan juga kita berharap bahwa ke depan pembangunan akan lebih agresif, pembangunan akan lebih menyentuh terhadap sektor-sektor yang dibutuhkan oleh masyarakat yang ini menjadi kebutuhan dasar hidup masyarakat dan ya pada akhirnya kita bisa mengejar pertumbuhan ke depan,” jelasnya. (hrs)

Tags: , ,