Jakarta, Pelitabaru.com
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni angkat bicara terkait adanya seorang pria yang nekat menjadi jaksa gadungan demi judi online. Diketahui, Tim Pengamanan Sumber Daya Organisasi (PAM SDO) dan Tim Satgas Intelijen Reformasi Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung menangkap seorang jaksa gadungan berinisial CAN yang melakukan penipuan berjumlah sekitar Rp4,6 miliar.
“Lagi-lagi ada ‘hal gila’ yang terjadi akibat kebiasaan buruk judi online. Sampai nekat jadi jaksa gadungan begitu. Maka dari itu, saya minta selain dijerat hukuman, pelaku juga diberikan penanganan terapi. Karena saya lihat, adiksi judi online ini benar-benar bikin orang jadi sakit dan hilang akal. Efek judol ini seperti narkoba, jadi bandarnya juga harus ditindak seperti bandar narkoba,” kata dia dalam keterangannya, Kamis (29/8/2024).
Politikus NasDem itu pun terus meminta seluruh pihak, agar betul-betul memberantas judol. Menurutnya, jika terus dibiarkan, judi online bakal semakin merusak banyak sektor kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
“Dan saya terus meminta kepada seluruh pihak terkait, baik dari Polri, Kominfo, PPATK, untuk segera memberantas tuntas judi online ini. Karena sudah pasti ini meningkatkan kriminalitas di masyarakat. Dari mulai menipu lah, mencuri, membunuh. Ini bahaya sekali. Karenanya penegak hukum harus kompak berantas judol dari hulu ke hilir,” jelas Sahroni.
Dia berharap agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi gelap mata akibat bermain judi online. “Bagi masyarakat yang masih nekat bermain judi online, sudahlah, tinggalkan saja. Kasihan keluarga dan orang sekitar, mereka yang pasti kena dampaknya,” tutup Sahroni.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan, jaksa gadungan berinisial CAN itu saat dilakukan penyidikan mengaku, melakukan penipuan dengan tujuan untuk bermain judi online dan membiayai gaya hidupnya lantaran tidak memiliki pekerjaan.
“Tim berhasil mengamankan seorang yang bernama inisial CAN mengaku bekerja di Kejaksaan, namun setelah ditelusuri ternyata yang bersangkutan bukan merupakan pegawai kejaksaan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (28/4/2024).
Modus yang dilakukan pelaku adalah berpura-pura menjadi pegawai Kejaksaan dan meminjam uang dengan alasan mengalami pembekuan aset (freeze asset) dari Kejaksaan Agung. Aset-aset yang dibekukan tersebut berupa rumah, mobil, motor, rekening Bank BNI dan Bank DKI, logam mulia Antam, dan fasilitas apartemen dari KPK.
Terungkapnya jaksa gadungan itu bermula ketika seorang korban yang berinisial YIE mendatangi Kantor Kejaksaan pada 26 Agustus 2024 untuk menanyakan status kepegawaian CAN karena merasa telah ditipu.
“Sejak tahun 2022 hingga 2024, korban dan keluarga besarnya telah mengalami kerugian berupa uang sebesar Rp1,5 miliar. Untuk diketahui, pelaku CAN adalah teman kecil korban YIE sejak 2007,” kata dia.
Selain kepada YIE, pelaku CAN juga melakukan penipuan kepada orang tuanya sendiri sebesar Rp2 miliar dan kepada istrinya sebesar Rp200 juta. Selain itu, ia juga melakukan penipuan tiga teman dekatnya dengan total sebesar Rp825 juta dan kepada seorang dosen sebesar Rp700 juta. Dengan demikian, total jumlah penipuan yang dilakukan pelaku adalah sebesar Rp4,625 miliar.
Adapun pelaku CAN ditangkap pada Selasa (27/8/2024) di Apartemen Pakubowono Terrace, Jakarta, pada pukul 23.45 WIB. Sejumlah barang bukti yang diamankan, antara lain pakaian dinas PDH, PDUK, PDUB, topi upacara, penang kejaksaan, nametag, hingga surat perintah Kejaksaan.
“Setelah ini kita akan serahkan pelaku ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk proses hukum selanjutnya,” kata dia.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat penurunan akses masyarakat ke situs judi online hingga 50%. Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Juli 2024 menunjukkan bahwa jumlah deposit masyarakat di situs judi online berkurang sebesar Rp 34,49 triliun.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan upaya untuk mengurangi praktik judi online di dalam negeri bakal terus berlanjut. Menurut Budi, pemerintah telah merancang dua terobosan teranyar terkait dengan upaya pemberantasan judi online.
Budi menguraikan langkah pertama dengan mewajibkan seluruh Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan seluruh Sistem Elektronik (SE) untuk menandatangani pakta integritas anti judi online.
Strategi tersebut kemudian dilanjutkan dengan deklarasi pemberantasan judi online secara bersama antara Kominfo, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan 11 asosiasi dan perhimpunan sistem pembayaran nasional.
“Saya optimistis bahwa kedua terobosan tersebut dapat mengakselerasi dan meningkatkan efektivitas dalam menutup celah-celah transaksi dan aktivitas yang terkait dengan judi online,” kata Budi Arie di Kantor Kominfo Jakarta.
Terkait pakta integritas anti judi online, Kominfo telah mengirimkan surat kepada 11.693 PSE. Surat tersebut mencakup 18.230 SE lingkup privat yang terdaftar dan beroperasi di Indonesia untuk menandatangani pakta integritas.
Secara umum, pakta integritas tersebut mewajibkan PSE lingkup privat untuk memastikan keamanan informasi serta bertanggung jawab atas penyelenggaraan sistem elektronik yang andal, aman, dan sesuai dengan ketentuan.
Dokumen ini merupakan deklarasi komitmen PSE dan SE dalam mendukung upaya pemberantasan judi online. “Apabila PSE lingkup privat tidak tunduk pada norma-norma dalam peraturan perundang-undangan, maka akan diberikan sanksi administratif sesuai dengan prosedur dalam regulasi terkait,” ujar Budi.
Menurut Budi Arie, Kominfo, BI, OJK, dan 11 asosiasi serta perhimpunan terkait akan membentuk satuan tugas bersama guna mengoordinasikan upaya pemberantasan judi online secara lebih masif, tegas, dan tanpa pandang bulu.
Adapun sebelas asosiasi dan perhimpunan sistem pembayaran nasional yang terlibat dalam deklarasi pemberantasan judi online adalah Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (ASBANDA). Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (ASIPPINDO). Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH). Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI). – Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
Kemudian Perhimpunan Bank Nasional (PERBANAS). Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (PERBARINDO). Perhimpunan Bank Bank Internasional Indonesia (PERBINA). Asosiasi Payment Gateway Indonesia, dan Himpunan Bank Negara (HIMBARA). (din/*)
Tags: Ahmad Sahroni, DPR RI, Jaksa Gadungan, Judi online