DPR Desak OJK Tindak Penyalahgunaan Data

Puteri Komarudin

Jakarta, Pelitabaru.com

Akhir-akhir ini telah marak terjadi penyalahgunaan data pribadi dari calon pelamar kerja oleh oknum yang bekerja pada tempat korban melamar pekerjaan. Bahkan, ternyata data tersebut dimanfaatkan pelaku untuk membuka rekening hingga melakukan transaksi pada aplikasi pinjaman online (pinjol).

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera bertindak.

“Kasus pencurian data pribadi semakin marak. Padahal kita tahu prosedur pembukaan rekening di bank memerlukan berbagai persyaratan administratif yang harus dilengkapi. Tapi ternyata masih bisa disalahgunakan dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Puteri dalam keterangan tertulis dikutip Minggu (14/7/2024).

Selain kejadian ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebelumnya juga menemukan praktik jual beli rekening yang dilakukan oleh oknum pengepul yang kemudian digunakan untuk transaksi judi online.

Para pengepul ini melakukan aksinya dengan mendatangi rumah warga dan menawarkan uang tunai hingga sembako untuk pembukaan rekening tersebut. “Saat ini proses pembukaan rekening bank memang semakin mudah. Tapi, kemudahan ini jangan sampai menjadi celah bagi oknum tertentu,” katanya.

“Saat ini proses pembukaan rekening bank memang semakin mudah. Tapi, kemudahan ini jangan sampai menjadi celah bagi oknum tertentu. Termasuk dari internal bank yang bersangkutan. Untuk itu, OJK perlu diinvestigasi lebih lanjut supaya mendalami apakah terdapat keterlibatan oknum dari pihak bank dalam kasus-kasus tersebut,” tambah Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Lebih lanjut, Puteri mendesak OJK untuk mengevaluasi mekanisme penerbitan rekening oleh pihak bank yang bersangkutan. Hal ini didasari prinsip Know Your Customer dan Customer Due Diligence yang semestinya diterapkan pihak perbankan sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 8 Tahun 2023 dan pihak bank wajib menjaga kerahasiaan data pribadi yang diperoleh sesuai dengan POJK Nomor 22 Tahun 2023.

“Menurut POJK ini, bank diwajibkan untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi nasabah serta menjaga kerahasiaan data pribadi nasabah untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal. Untuk itu, setiap calon nasabah harus diperiksa dengan cermat untuk mencegah dan meminimalisir penyalahgunaan rekening oleh pelaku judi online maupun pinjol, ” jelas Puteri.

Menutup keterangannya, Puteri mengingatkan bahwa tindakan penyalahgunaan data pribadi dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar, sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Data Pribadi.

“Saya mengimbau dan mengajak masyarakat untuk ikut ambil peran dalam mencegah terjadinya kasus serupa dengan cara lebih cermat dan hati-hati dalam memberikan data pribadi seperti NIK, KTP, nama ibu, dan foto wajah kepada pihak lain yang tidak dikenal. “ tutup Puteri.

Baca Juga :  Moeldoko: KSP Buka Pengaduan Rakyat Secara Langsung

Sebelumnya, Komisi XI DPR RI menyelenggarakan Rapat Kerja dengan Ketua DK OJK di Gedung Nusantara I, DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024). Rapat ini dilakukan dalam rangka Pendalaman Laporan Triwulan I-2024. Pada rapat ini, Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati menyampaikan beberapa catatannya.

Anis menyampaikan dukungannya terhadap salah satu prioritas 5 (lima) tahun bidang perbankan, yaitu Pengembangan Perbankan Syariah. Menurutnya, hal ini bersifat urgen. Namun, Anis menyayangkan tidak adanya realisasi yang dilaporkan berdasarkan target yang terukur tentang Pengembangan Perbankan Syariah.

Termasuk Penyusunan kebijakan mengenai penguatan, konsolidasi, dan spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) yang tidak menjelaskan progress dan kemampuannya dalam mendorong pengembangan ekonomi syariah. “Sangat disayangkan, tidak ada realisasi dan cara pengukuran target yang dilaporkan dalam pengembangan perbankan syariah pada triwulan pertama ini,” katanya.

Politisi Fraksi PKS ini juga menyoroti tentang telah terbitnya Peraturan OJK mengenai tata kelola BPR/BPRS telah diputus RDK per Maret 2024 progressnya sudah mencapai 95 persen. Salah satu program kerja dalam fungsi pengaturan adalah implementasi ketentuan mengenai produk BPR/BPRS dan perizinan produk BPR/BPRS. Anis menegaskan karena POJK sudah keluar, seharusnya OJK dapat memastikan dan memantau pelaksanaan POJK ini.

“OJK seharusnya dapat memastikan dan memantau pelaksanaan POJK ini sehingga dapat mendorong perkembangan BPRS menjadi lebih sehat,” tandasnya.

Wakil ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini kemudian mengkritisi program prioritas 5 tahun bidang pengembangan perbankan yaitu Pengembangan perbankan syariah melalui sinergi dengan ekosistem ekonomi syariah, penguatan tata kelola, daya saing, integritas, dan pengembangan produk perbankan syariah. Anis berharap ada target yang jelas dan definitif yang dimiliki oleh OJK sehingga keberhasilan capaiaannya bisa terukur.

Hal ini diusulkannya mengingat Indeks Indikator Kinerja Utama (IKU) yang saat ini dimiliki OJK masih sangat umum. “Kita kesulitan untuk mengukur keberhasilan pengembangan ekonomi syariah karena tidak ada target yang jelas dan belum terlihat dalam laporan triwulan pertama ini,” tambahnya.

Adapun terkait Program untuk mendukung penyaluran KUR dengan target Penerbitan Ketentuan POJK Suku Bunga Dasar Kredit (POJK SBDK), Penyusunan kajian mengenai kemudahan akses pembiayaan UMKM, Penerbitan ketentuan Akses Pembiayaan UMKM, Pemantauan restrukturisasi kredit/pembiayaan COVID-19 segmen UMKM, Anis pun menyarankan agar OJK memiliki indikator keberhasilan yang jelas.

“Selain untuk mengukur keberhasilan suatu program, indikator juga dapat digunakan untuk pengawasan terhadap program tersebut. Apakah sudah berjalan menuju indicator yang ingin dicapai atau tidak. Hal ini sangat membantu mengarahkan program agar tepat sasaran sesuai indicator yang telah ditetapkan,” pungkasnya. (ahy)

Tags: