Dicekal KPK, Jubir: Gus Yaqut Tak akan Berkelit

CREATOR: gd-jpeg v1.0 (using IJG JPEG v62), quality = 90

Jakarta, pelitabaru.com

Juru bicara dari Yaqut Cholil Qoumas, Anna Hasbie memastikan, mantan Menteri Agama itu tak akan berkelit dan terus kooperatif dan bertanggungjawab sebagai warga negara yang baik dalam penegaakkan hukum.

Pernyataan ini menyikapi pencekalan untuk berpergian ke luar negeri yang diberlakukan. Namun begitu Anna menyebut, jika Yaqut baru mengetahui bahwa dirinya dicekal ke luar negeri dari pemberitaan media. Menurutnya, informasi resmi dari pihak otoritas terkait belum menyampaikan hal tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Yaqut Cholil Qoumas, Selasa (12/8/2025). Pencekalan itu dilakukan terkait kebutuhan informasi dari yang bersangkutan perihal kasus dugaan korupsi tambahan kouta haji 2024.

“Gus Yaqut Cholil Qoumas memahami bahwa langkah yang diambil oleh KPK merupakan bagian dari proses hukum yang diperlukan. Beliau menegaskan bahwa keberadaannya di Indonesia akan disesuaikan dengan kebutuhan penyidikan, demi terungkapnya kebenaran secara transparan dan adil,” ujar Anna kepada awak media, Selasa (12/8/2025).

“Baru mendengar dari media hari ini terkait larangan bepergian ke luar negeri dari KPK atau pihak berwenang lainnya,” kata Anna.

Anna juga memastikan, proses hukum yang menyangkut Yaqut akan berjalan sesuai dengan porsinya secara objektif. Karenanya, dia meminta seluruh pihak tidak berspekulasi dan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.

“Gus Yaqut Cholil Qoumas meyakini bahwa proses hukum akan berjalan secara objektif dan proporsional. Beliau berharap seluruh pihak dapat menunggu hasil penyidikan tanpa prasangka, sambil memberikan ruang bagi penegak hukum untuk bekerja secara profesional,” ucap dia.

“Kami menghimbau kepada seluruh masyarakat dan media untuk tidak melakukan spekulasi yang dapat mengganggu proses hukum. Gus Yaqut Cholil Qoumas akan terus mengedepankan prinsip keterbukaan dan kepatuhan hukum dalam setiap langkahnya,” imbuh Anna menandasi.

Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024, yakni pada 9 Agustus 2025.

Pengumuman tersebut dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.

KPK pada 11 Agustus 2025, mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih. Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.

Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

Baca Juga :  Pernyataan Agus Rahardjo Dianggap ‘Ngawur’

Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.

Terpisah, Detektif Partikelir sekaligus Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman salah satu orang yang melapor dugaan korupsi kouta haji 2024. Pekan lalu, mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah diperiksa oleh penyidik KPK.

Boyamin menjelaskan duduk perkara temuan korupsi di era Yaqut tersebut. Bermula dari surat keputusan menteri agama nomor 130 tahun 2024 tentang kuota haji tambahan.

“SK Menteri Agama tersebut yang mendasari pembagian haji khusus mendapat kuota 50% dari kuota tambahan 20.000 (10.000 untuk haji khusus atau haji plus),” kata Boy dalam keterangan tertulis, Senin (11/8/2025).

Boyamin menduga, surat keputusan tersebut menyalahi aturan Undang-Undang Penyelenggaraan Haji yang mengatur kuota haji khusus hanya 8% dan bukan 50 %. Hal itu berdasarkan pasal 64 UU No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Selain itu, lanjut Boyamin, pengaturan kuota haji seharusnya berbentuk Peraturan Menteri Agama yang ditayangkan dalam lembaran negara setelah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM saat itu.

“Jadi jelas pelanggaran jika pengaturan kuota haji hanya berbentuk Surat Keputusan Menteri Agama yang tidak perlu ditayangkam dalam lembaran negara dan tidak perlu persetujuan MenkumHam berdasarkan Pasal 9 Ayat 2 Undang Undang Nmr 8 tahun 2019,” tutur Boy.

Boyamin melanjutkan, dugaan penyimpangan paling utama dalam dugaan korupsi kuota tambahan musim haji 2024 adalah dugaan pungutan liar terhadap calon jamaah haji khusus yang bersumber dari kuota haji tambahan sebesar Rp. 75.000.000 atau setara dengan USD 5.000.

“Jika kuota tambahan adalah 9.222 dikali Rp75 juta, maka dugaan nilai pungutan liar/korupsi adalah sebesar Rp691 miliar,” terang Boyamin.

Dia menjelaskan, hitungan 9.222 jemaah kuota haji khusus berumber dari tambahan 10.000 dikurangi petugas haji 778 maka diperoleh jumlah 9.222 orang.

Maka dari itu, Boyamin mendesak KPK untuk melacak aliran uang dan dalam rangka memaksimalkan uang ganti rugi serta juga efek jera terhadap pada pelaku.

“Maka wajib bagi KPK untuk menerapkan ketentuan tindak pidana pencucian uang,” kata Boy. (fex/*)

Tags: , , , ,