Bareskrim Pastikan Selidiki Kasus Dewas KPK

Nurul Ghufron

Jakarta, Pelitabaru.com

Polemik antara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang berujung pada dugaan tindak pidana, dipastikan bakal terus menanas. Terbaru, Badan Reserse Kriminal Kepolisian (Bareskrim) Polri memastikan akan melanjutkan penyelidikan kasus tersebut.

Hal ini dikatakan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan seperti dikutip dari Bloomberg Technoz, Selasa (9/7/2024).

Namun begitu, ia enggan mendetilkan proses penyelidikan yang tengah berlangsung di Bareskrim Polri. Dia hanya memastikan kasus tersebut belum ditutup atau pun dicabut. “Terkait laporan seseorang, kita wajib menindaklanjuti. Dan saat ini prosesnya masih dalam

penyelidikan,” kata Brigadir Jenderal Djuhandhani.

Kasus ini berawal dari laporan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang menuduh telah terjadi pidana karena Dewas KPK tetap menggelar sidang etik terhadap dirinya. Pidana yang dimaksud adalah pencemaran nama baik dan dugaan penyalahgunaan wewenang.

Terkait kasus ini, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata membenarkan telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Bareskrim Polri. Meski demikian, mantan hakim ini enggan mendetilkan waktu dan isi pemeriksaan yang dilakukan penyidik kepolisian tersebut.

“Wah lupa saya, saya kalau hal hal kaya gitu tuh gampang lupa, karena nggak saya anggap, nggak saya anggap penting lah,” kata Alexander di KPK, baru-baru ini.

Dia pun mengklaim tak mengetahui daftar nama pimpinan KPK yang juga akan dipanggil dan diperiksa polisi dalam kasus tersebut. Pemeriksaan kasus Ghufron vs Dewas, kata dia, juga tak menjadi pembahasan di internal pimpinan KPK. “Saya nggak tahu [pimpinan lain], yang diundang cuman saya ya saya” ungkap Alex.

Sementara itu, Ketua KPK Nawawi Pomolango mengklaim Nurul Ghufron belum melakukan komunikasi dengan pimpinan KPK lainnya terkait dengan tindakannya yang melaporkan Dewas KPK ke Bareskrim Polri. “Belum, saya belum komunikasi,” kata Nawawi.

Ghufron melaporkan Dewas KPK ke Bareskrim Polri dengan dua tuduhan; yang pertama terkait dengan penyalahgunaan wewenangnya dengan tetap menggelar persidangan etik yang menurut Ghufron merupakan kasus lama dan sudah kadaluarsa; yang kedua terkait dengan pencemaran nama baik yang diterimanya atas persidangan tersebut.

Sebelumnya, Dittipidum Bareskrim Polri menerima laporan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terhadap Dewas KPK atas dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik. Laporan Ghufron diterima dengan nomor: LP/B/138/V/2024/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 6 Mei 2024.

“Diberitahukan kepada saudara bahwa Subdit IV Dittipidum Bareskrim Polri sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan terjadinya tindak pidana penghinaan dan atau penyalahgunaan wewenang,” demikian isi dalam surat pemberitahuan, Selasa, 21 Mei 2024.

Dugaan tindak pidana itu disebut terkait penyampaian kepada pers tentang pelanggaran etik pimpinan KPK Nurul Ghufron sudah cukup bukti dan siap disidangkan. Serta penanganan pemeriksaan pelanggaran kode etik pimpinan KPK terkait dugaan intervensi mutasi ASN Kementerian Pertanian (Kementan).

Baca Juga :  Calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc MA Ditolak DPR

“Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 421 KUHP yang terjadi di Jakarta pada kurun waktu Januari-Mei 2024,” isi pernyataan dalam laporan tersebut

Selain melaporkan ke Bareskrim, Ghufron sebelumnya juga melaporkan Dewas KPK ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dalam laporannya tersebut, Ghufron menggunakan alasan yang sama dengan yang ia gunakan pada saat melaporkan Dewas ke Bareskrim.

Hasil dari laporan Ghufron kepada PTUN Jakarta menghasilkan keputusan perintah mutlak dan terikat kepada Dewas KPK untuk menunda pembacaan putusan persidangan etik yang direncakan sebelumnya Selasa lalu (21/5/2024), melalui putusan nomor 142/G/TF/2024/PTUN.JKT pada Senin (20/5/2024).

Sekedar informasi, sidang etik yang menjadi dasar laporan Ghufron sendiri sebenarnya telah dihentikan. Keputusan tersebut diambil Dewas KPK usai Ghufron menang pada gugatan di PTUN Jakarta. Majelis hakim memerintahkan Dewas untuk menghentikan seluruh pemeriksaan dan sidang etik. Padahal, Dewas KPK mengklaim sudah menyiapkan putusan etik.

Dewas KPK menggelar persidangan etik atas laporan dugaan penyalahgunaan jabatan pimpinan KPK oleh Nurul Ghufron. Dalam kasus yang dilaporkan Desember 2023 tersebut, Ghufron disebut menelpon Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono untuk membantu seorang ASN di kementerian tersebut mendapatkan persetujuan mutasi.

Kasdi sendiri kemudian menjadi salah satu pihak berperkara di KPK. Dia tercatat sebagai salah satu tersangka kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Ghufron menolak persidangan etik karena berdalih hanya membantu dan tak mendapatkan keuntungan apa pun dari peristiwa tersebut. Dia juga mengklaim kasus tersebut sudah kedaluwarsa atau lebih dari satu tahun karena terjadi pada Maret 2022.

Berbeda, Dewas menilai, batas kedaluwarsa dihitung bukan dari peristiwa pelanggaran etikt terjadi, tetapi sejak laporan atau peristiwa tersebut diketahui. Menurut Dewas, kasus etik tersebut baru akan kedaluwarsa pada Desember 2024, atau satu tahun usai dilaporkan.

Keputusan Dewas ini membuat Ghufron marah dan melakukan sejumlah perlawanan. Dia mengajukan gugatan soal kewenangan Dewas KPK ke PTUN Jakarta; aturan yang sama juga diujimaterikan ke Mahkamah Agung.

Tak cukup, Ghufron juga menyeret Dewas KPK ke ranah pidana. Beberapa anggota Dewas KPK dilaporkan melakukan pelanggaran Pasal 421 dan Pasal 310 KUHP.

“Kami sendiri belum tahu cuma dengar-dengar aja dari berita-berita, bahwa Pak Ghufron melaporkan tindak pidana pencemaran nama baik dan penyalahgunaan kewenangan. Kami sendiri belum tahu apa isinya itu,” kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean.(agn/*)

Tags: , , ,