Jakarta, pelitabaru.com
Lebih dari 70 persen daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota di Indonesia saat ini tak memiliki kemandirian fiscal. Hal ini disampaikan Ketua Komisi II DPR Rifqinizami Karsayuda, dalam rapat bersama para gubernur dan wakil gubernur seluruh Indonesia di kompleks parlemen, Senin (28/4/2025).
“Kemampuan daerah yang di atas 60 persen pendapatan asli daerahnya itu, kurang dari 25 persen. Baik itu provinsi maupun kabupaten kota. Kalau kita kita lihat grafiknya bahkan lebih dari 30 persen daerah di tempat kita, kemandirian fiskalnya di bawah 6 persen,” kata Rifqi dalam paparan awal rapat yang membahas evaluasi penggunaan dana transfer pusat ke daerah dan BUMD ini.
Lebih lanjut, Politikus Partai NasDem itu mengungkap, berdasarkan APBN 2025, dana transfer pusat ke daerah mencapai hampir Rp1.000 triliun dari sekitar Rp3.000 triliun. Angka itu terdiri dari dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil hingga dana insentif.
Sementara, Rifqi menyebut rata-rata pendapat asli daerah hanya berada di angka 4-6 persen.
“Selama berperiode-periode di DPR ini, uang APBN ditransfer ke daerah baik provinsi kabupaten kota dalam bentuk dana transfer pusat ke daerah. Setelah itu kemudian DPR tidak pernah melakukan pengawasan terhadap dana yang sudah bapak ibu pergunakan,” kata Rifqi.
Dia mengatakan DPR ke depan akan mulai melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana tersebut. Selain dana transfer pusat, pihaknya juga akan mulai mengawasi BUMD.
Menurut Rifqi, BUMD selama ini hanya menjadi pemain lokal. Padahal, BUMD secara keseluruhan memiliki aset yang tidak kecil. Menurut dia, nilainya bisa mencapai Rp1.000 triliun dengan ekuitas mencapai Rp300 triliun.
“Kalau kemudian kita menggunakan holding BUMD ke depan, BUMD tambang misalnya, ada di 4-5 provinsi di Indonesia, kita grouping jadi holding. Nanti di provinsi lain yang potensi tambangnya ada, tapi BUMD-nya belum bisa, kita masuk di situ,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, menyatakan, kebijakan moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB) tidak berlaku untuk usulan menjadikan suatu wilayah sebagai daerah istimewa.
“Moratorium itu untuk DOB, daerah otonomi baru. Jadi, tidak ada pembentukan provinsi, kabupaten, dan kota baru. Akan tetapi, kalau masalah daerah istimewa, itu ‘kan silakan saja usulannya diajukan,” kata Tito melalui keterangan resmi,dikutip Minggu (27/4/2025).
Tito mengatakan, bahwa penetapan status daerah istimewa bukan hanya menjadi kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), melainkan juga memerlukan proses legislasi yang melibatkan DPR RI karena harusmelalui perubahan undang-undang.
“Kalau daerah istimewa itu, harus ada dasar hukumnya, mengubah undang-undang. Otomatis akan melibatkan DPR. Kami akan kaji alasannya apa untuk menjadikan daerah istimewa,” ujarnya.
Tito menegaskan bahwa Kemendagri bersikap terbuka terhadap usulan dari daerah mana pun selama ada argumentasi dan kriteria yang jelas. Setelah dikajian oleh Kemendagri, usulan itu bisa dibawa ke DPR RI untuk dibahas lebih lanjut.
“Kalau melihat kriterianya masuk, ya kami akan naikkan ke DPR RI. Karena itu ‘kan pembentukan satu daerah, yang didasarkan pada undang-undang. Setiap daerah itu ada undang-undangnya,” kata Tito.
Sebelumnya, Kemendagri mencatat sampai April 2025 mencapai 341 usulan pemekaran wilayah, mencakup provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia. (fex/*)
Tags: Rifqinizami Karsayuda