Kupang, pelitabaru.com
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Nusa Tenggara Timur(NTT) dr. R.A. Karolina Tahun mengatakan, korban diduga keracunan makan bergizi gratis (MBG) di Kota Soe bertambah sebanyak 53 orang, dari sebelumnya 331 kini menjadi 384 orang.
Namun, ke-53 orang tambahan yang sempat dirawat di posko kejadian luar biasa (KLB) Dinkes TTS sudah dipulangkan setelah dinyatakan sehat.
“Iya ada tambahan di hari kedua, jadi 384 orang. Tapi semua sudah diizinkan pulang setelah mendapat perawatan di posko maupun rumah sakit,” kata dr. R.A. Karolina Tahun, Minggu (5/10/2025).
Dia menjelaskan, sebanyak 384 orang korban keracunan MBG menjalani perawatan di empat tempat. Rinciannya, Posko KLB SD GMIT Soe merawat 172 orang, Klinik Siloam merawat 6 orang, Posko KLB PRKP/Polres TTS merawat 33 orang, RSUD Soe merawat 161 dan Puskesmas Kota sebanyak 12 orang.
Ratusan korban tersebut berasal dari 15 lokasi penerima program MBG yang mendapat jatah pada Jumat (3/10) dari SPPG Kota Soe 1 yang berada di bawah Yayasan Peduli Timorana Mandiri. Adapun 15 lokasi itu di antaranya 2 PAUD, 2 Taman Kanak-kanak (TK), 4 Sekolah Dasar, 1 SMP, 2 SMA/SMK, dan 4 Posyandu.
Di antara 384 korban keracunan MBG, ada seorang ibu hamil dan tiga orang balita berusia 1,6 tahun, 2,7 tahun dan 2 tahun 10 bulan serta satu bayi berusia sembilan bulan. Mereka adalah penerima manfaat yang mengalami keracunan MBG yang dibagikan melalui posyandu.
Sementara itu, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menuntut penutupan seluruh dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). JPPI mencatat hingga kini lebih dari 10 ribu lebih anak jadi korban keracunan MBG meskipun Badan Gizi Nasional (BGN) telah menonaktifkan beberapa SPPG pada Senin (29/9).
Namun, JPPI justru menemukan korban keracunan naik menjadi 1.833 anak atau lebih tinggi dari angka keracunan rata-rata sebanyak 1.531 anak per Minggu pada September. Jumlah tersebut menambah total korban keracunan MBG hingga 4 Oktober 2025 menjadi 10.482 anak.
“Dengan data ini, kita bisa simpulkan, penutupan sebagian SPPG sama sekali tidak efektif. Selama dapur MBG masih beroperasi, korban akan terus berjatuhan. Karena itu, BGN harus segera menghentikan seluruh SPPG di Indonesia sebelum korban bertambah lebih banyak,” kata Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI, dalam pernyataan resminya pada Minggu (5/10/2025).
Dia juga mengungkapkan, bahwa kasus keracunan MBG terpantau menyebar ke dua provinsi baru yakni, Sumatera Barat (122 anak) dan Kalimantan Tengah (27 anak).
Menurutnya, kasus demi kasus terus ditemukan sehingga memicu gelombang penolakan dari sekolah dan orang tua murid. JPPI melihat penolakan MBG muncul di berbagai daerah seperti, Tasikmalaya, Madura, Yogyakarta, Jakarta, Serang, Polewali Mandar, Agam, Semarang, Batu, Polewali Mandar, dan Rembang.
Lebih lanjut, JPPI juga memantau ternyata tak hanya murid yang jadi korban MBG. Sejumlah guru jadi korban keracunan karena bertugas menyicip MBG seperti guru di Cianjur, Ketapang, Sleman, Garut, Agam, dan Bandung Barat.
Ubaid berkata temuan-teman tersebut menunjukkan bahwa MBG merupakan program bermasalah dan wujud kegagalan sistemik tata kelola gizi nasional.
JPPI pun menuntut penutupan seluruh SPPG, menghapus kewajiban guru menyicip menu MBG, dan sanksi tegas terhadap pihak-pihak yang membiarkan praktik berbahaya ini berlangsung.
“Sudah saatnya pemerintah berhenti menutup mata dan mengutamakan keselamatan anak di atas segalanya. Janganlah jadikan anak sebagai kelinci percobaan MBG dengan mengatasnamakan program pemenuhan gizi,” tandasnya.
Di lain pihak, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan bahwa kasus keracunan MBG hendaknya tidak membuat program tersebut dihentikan, namun direspons dengan mengevaluasi dan memperbaiki kekurangan yang ada.
“Jadi bukan programnya kemudian harus dihentikan, tidak. Kekurangan yang terjadi itu yang kita perbaiki,” ujar Prasetyo di Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (5/10/2025).
Menurut Prasetyo, hampir semua dapur atau SPPG tidak melaksanakan SOP, sehingga terjadi banyak kasus keracunan MBG baru-baru ini.
“Di tempat-tempat yang terjadi permasalahan, hampir semuanya karena tidak menjalankan prosedur seperti yang seharusnya,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa pemerintah akan berupaya untuk menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya keracunan MBG, termasuk peraturan presiden (perpres) yang mengatur pelaksanaan program MBG bakal rampung dalam sepekan ke depan. (adi/*)